Belum, gue belum married, tapi gue lagi memikirkan tentang kehidupan ber-rumah tangga. Suami dan istri. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara keduanya bila ingin menciptakan rumah tangga yang harmonis.
Beberapa hari lalu gue menghubungi seorang rekan kerja untuk koordinasi masalah perkerjaan, telpon diangkat, beberapa detik gue sempet dengar suara wanita (istrinya) yang sedang mendebat suami, kemudian sebelum menjawab telpon rekan gue ini sempat mendebat perkataan istrinya. Gue tanya soal kerjaan, dijawab dengan nada kesal oleh rekan ini. Oke, dia mungkin ada masalah dengan keluarganya.
Beberapa hari kemudian, ada ketidakberesan dengan pekerjaan yang dilakukan rekan kerja gue ini, bukan hal yang sederhana. Dan membuat gue berpikir.
Gue gak mau menyalahkan siapa-siapa, seorang suami dan istri harusnya bisa saling mendukung, saling mengerti, saling mendoakan, dan saling berpegangan erat dalam prinsip hidup yang baik.
Seorang istri harusnya bisa menerima dan bersyukur rejeki yang diberikan suami, bukan soal banyaknya, tetapi bagaimana cara suami mencari rejeki tersebut, baik atau tidak. Berkah atau tidak.
Seorang suami harusnya mampu mendidik seorang istri dengan lembut, dengan sabar, dengan ilmu agama yang baik, bukan malah terbawa dengan tabiat istri yang belum bisa bersyukur.
Gue jadi inget dengan satu kisah Hasan Al Bashri
yang bercerita mengenai seorang suami yang mencari nafkah sebagai pedagang di kota Mekkah:
“Aku datang kepada seorang pedagang kain di Mekkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu akupun meninggalkannya dan aku katakan tidaklah layak beli dari orang semacam itu, lalu akupun beli dari pedagang lain.”
2 tahun setelah itu aku berhaji dan aku bertemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah. Lalu aku tanya kepadanya, ”Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?”
Ia menjawab, “Iya benar."
Aku bertanya lagi, ”Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan dan bersumpah!”
Ia pun bercerita, ”Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya dan jika aku datang dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit.
Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata,
’Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku kecuali dengan yang thayyib (halal). Jika engkau datang dengan sedikit rezeki, aku akan menganggapnya banyak, dan jika kau tidak dapat apa-apa aku akan membantumu memintal (kain)’.”
Ia menjawab, “Iya benar."
Aku bertanya lagi, ”Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan dan bersumpah!”
Ia pun bercerita, ”Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya dan jika aku datang dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit.
Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata,
’Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku kecuali dengan yang thayyib (halal). Jika engkau datang dengan sedikit rezeki, aku akan menganggapnya banyak, dan jika kau tidak dapat apa-apa aku akan membantumu memintal (kain)’.”
MasyaaAllah. Gue menulis di blog ini supaya menjadi pengingat gue suatu hari nanti.
Mari kita belajar menjadi seorang hamba Allah yang pandai bersyukur, menjadi hamba Allah yang bertakwa, karena janji Allah, bila kita bersyukur, maka akan Allah tambah nikmat-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar