Senin, 14 Januari 2019

Siapa yang salah?

Bismillah.

Siapa yang salah, syariat atau manusianya?

Alhamdulillah beberapa tahun belakangan umat muslim di Indonesia mulai 'ngeh' sama agamanya sendiri. Mulai belajar dan mendekat ke kajian ilmu.

Tapi menariknya banyak yang kaget karena ternyata aturan atau syariat dalam Islam itu banyak banget yang seakan serba gak boleh. Serba haram. Dosa.

Sebenarnya siapa yang salah syariat Islam atau manusianya?

Pertama kita harus jujur pada diri sendiri bahwa selama ini memang kehidupan sehari-hari kita itu jauuh dari aturan Islam.

Dari dulu kita terbiasa menabung di Bank konvensional, dari dulu kita terbiasa pakai kartu kredit, dari dulu kita terbiasa liat orang punya pacar, kita terbiasa dengan konser musik, dan lain sebagainya.

Dan setelah kita mulai 'ngeh' dengan agama Islam dan mulai belajar, kaget ternyata selama ini semuanya salah.

Mungkin ada yg merasa sulit meninggalkan hal-hal yang terbiasa dilakukan. Tapi perlu diingat bahwa Allah akan memberi apresiasi pada setiap hal sulit yang kita tinggalkan karena Allah semata.

"Sesungguhnya jika Engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik." (HR. Ahmad). 

Justru pada hal yang berat itu Allah akan beri hadiah dan apresiasi setelahnya.
Maka jangan takut untuk mulai meninggalkan hal-hal yang Allah larang.

Karena semua syariat yang Allah tetapkan bagi hamba-hamba-Nya itu bukan untuk mempersulit melainkan untuk mempermudah. Untuk membuat hamba-Nya bahagia, hidup tenang, dan damai. Bukankah Allah itu Maha Penyayang? :)

Bismillah, insyaaAllah kita semua Allah permudah dalam mengikuti semua perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.

Senin, 05 Maret 2018

Hidayah

"Hidayah Allah akan turun kalau Allah ridho dengan cara berdakwah kita."

"Maksudnya?" Aku bertanya dengan dahi berkerut.

"Nih ya. Misal ada seseorang yang berdakwah dengan cara selalu bilang 'kamu dosa' 'kamu akan ke neraka' ke target dakwahnya. Bisa jadi target dakwahnya ini merasa Islam itu sedikit-sedikit dosa, sebentar-sebentar neraka.
Ada yang pakai baju belum syar'i langsung dibilang dosa, ada yang melenceng langsung dibilang bakal masuk neraka."

"Ya kan memang niatnya buat mengingatkan dan kasih tau." Kataku gak mau kalah.

"Iya betul sih. Tapi biasanya yang aku perhatiin dari orang-orang yang diberi dakwah dengan cara seperti itu, mereka akan menjauh."
"Mereka gak akan nyaman dengan cara dakwah seperti ini. Kesannya seperti menghakimi."
"Ya kita tau, memang dosa, memang akan ada balasan masuk neraka. Tapi tetep aja manusia ada yang gak bisa didakwahi dengan cara seperti itu."

Lalu dia melanjutkan, "Kebayang gak misal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dulu berdakwah bukan dengan cara yang lembut, apa Islam akan sampai ke negeri ini?"
Aku cuma diam.

"Menurutku orang-orang yang sekarang memeluk agama Islam tapi terkesan phobia dengan agamanya sendiri, suka mengolok-olok agama sendiri mungkin dia korban dari salah cara berdakwah."
"Dulu waktu aku kecil yang diajarin ke aku tentang agama Islam itu bahwa anak yang gak baik pasti masuk neraka. Akan disiksa. Sampai aku merasa Allah itu sedikit-sedikit suka marah. Dulu kalau aku melakukan kesalahan aku langsung berdoa minta ampun agar Allah gak masukin aku ke neraka, biar aku gak disiksa." Aku nyengir.

"Serius." Katanya melihat aku tertawa.
"Aku beruntung gak menjadi orang yang phobia sama agamanya sendiri. Karena Alhamdulillah aku dapat didikan yang benar tentang agama Islam." Lanjutnya, aku masih mendengarkan.

"Suatu hari aku lihat video seorang ustadz masih muda, jamaahnya masyaaAllah banyak banget. Dan kamu tau kenapa banyak sekali yang suka dengan cara berdakwahnya hingga anak-anak muda yang jauh dari Islam tertarik mencari jalan menuju agamanya dan mengenal Tuhan-nya?" Dia bertanya sambil membenarkan kacamatanya. Aku menggeleng.

"Beliau mengenalkan bahwa Islam itu Rahmatan Lil 'alamiin. Beliau mengenalkan bahwa Allah itu Maha Pengampun, Maha Sayang.
Bahkan ketika seorang hamba mengucap istighfar, astaghfirullahaladziim, Allah akan tersenyum. Senyum ke hamba-Nya yang taubat. Selalu menunggu hamba-Nya curhat dan selalu memberi solusi."
"Dan itu kenapa Allah ridho menurunkan cahaya hidayah-Nya melalui ustadz ini. Banyak sekali yang mulai hijrah ke jalan-Nya."

Aku tercenung, dan mulai berpikir.

Rabu, 28 Februari 2018

Dilan lagi Dilan lagi....

Assalamu'alaikum.

Sebenernya gue belum nonton filmnya Dilan sampai saat ini, karena punya alasan tersendiri.
Tapi karena lagi booming banget filmnya sampai temen-temen di grup jadi pada rame bahas quote Dilan soal berat. 😂
Sampai ada yang share ebook Dilan segala dari novel awal sampai akhir, gak tau itu udah dikasih ijin belum yah ebooknya tersebar begitu.

Gue cuma baca novel Dilan yang pertama kayaknya. Atau udah yang kedua ya. Tapi karena novel yang kedua ceritanya sedih jadi males baca novel Milea. 😂😄
Soalnya mengecewakan gitu kan, mereka gak bisa bersama.

Tapi pada akhirnya gue baca juga novel Milea, gak baca detil kayak novel pertama per satu halaman, di novel Milea gue langsung skip ke halaman selanjutnya karena emang di novel itu ya cuma penjelasan dari Dilan aja sih soal dua novel sebelumnya.

Dan gue cukup salut sama Dilan yang bisa dengan bijaksana mengambil pelajaran dari kisah mereka. Menuju halaman akhir Dilan mengambil kesimpulan bahwa kesalahan Dilan dan Milea adalah berprasangka!
Nah ini banget lah pokoknya.

Di Al-Quran Allah telah melarang kita agar jangan berprasangka. Kenapa? Karena sebagian prasangka itu dosa!
Ini seriusan sekaligus peringatan buat gue pribadi sih pelajarannya juga karena masih suka berprasangka. 😥

QS. Al Hujurat: 12
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Karena Allah tau jalan hidup kita bisa jadi beda karena prasangka buruk di pikiran, makanya Allah melarang sedini mungkin. Mencegah agar hamba-Nya gak kesulitan karena prasangka buruk pikirannya sendiri.
Sungguh, Allah itu gak mau liat hamba-Nya sedih, susah, kecewa, berat, gak ikhlas, dll.
Karena Allah sayang banget sama hamba-Nya, makanya Allah banyak kasih peringatan buat hamba-Nya. Untuk apa? Untuk mencegah biar hamba-Nya ini gak sedih di hidupnya. Gak sesak karena kesalahannya sendiri.

Karena kebanyakan dari kesulitan yang menimpa hidup kita itu adalah karena kesalahan diri sendiri. Cuma terkadang manusianya aja yang gak mau diatur. Gak mau baca aturan hidupnya juga alias Al Quran. Padahal yang baca aja suka lupa, apalagi gak baca ya? 😥

Tapi meskipun seorang hamba udah melakukan kesalahan tetap aja Allah Maha Penyayang, dengan memberikan hikmah dari kejadian itu, dan memberikan gantinya yang lebih baik. MasyaaAllah. 😍

Udah ya, segini dulu. Alhamdulillah pada akhirnya masih bisa diingatkan tentang ayat Allah sama Ayah Pidi Baiq lewat Dilan dan Milea. Sehat terus ya Ayah dan semoga selalu dalam lindungi dan limpahan hidayah Allah subhanahu wa ta'ala selalu. Aamiin.

Rabu, 21 Desember 2016

Berubah, sekali lagi.

Berubah itu sakit. Hari ini kembali diingatkan, benar ternyata berubah memang sakit.

Perubahan yang menuntut keadaan tak lagi sama seperti hari-hari biasanya. Butuh kelapangan hati untuk menghadapinya. Bahkan keikhlasan, dalam arti yang luas. 

Sepertinya perubahan memang bagian dari ujian. Aku tak menyadari berkali-kali pernah mengalami perubahan yang "memaksa" untuk naik kelas.

Hari ini, seorang teman mengirimkan di grup kata-kata yang pernah aku tujukan kepada teman yang sedang mengeluh tentang perubahan. 
Dan tanpa kusangka justru kini, akulah yang memerlukan kata-kata itu.



Berubah itu sakit. Mungkin butuh melapangkan hati agar tak merasakan sakitnya. Butuh lebih belajar lagi tentang ikhlas. Atau mungkin karena hati yang masih penuh dengan kecintaan dunia, dan ini waktunya untuk membuktikan cinta pada Rabb semesta alam.

Tapi perubahan ternyata akan tetap sakit, bila tak disertai dengan rasa syukur karena adanya perubahan itu sendiri.

Kamis, 13 Oktober 2016

Sakit

Gak tau kenapa hati gue sakit ngeliat berita-berita di Line yang menampilkan foto-foto kekayaan dan barang-barang mewah para artis dan milyuner yang selalu mereka unggah ke media sosial Instagram.

Memperlihatkan betapa mudahnya mereka membeli barang-barang mewah seharga jutaan hingga milyaran rupiah untuk satu barang.

Sementara gue baca di grup keluarga, adik gue, cowok, yang lagi dinas ke Sulawesi Selatan bilang kalau di kota Jeneponto di daerah pegunungan, di sana Masjid terbuat dari seng dan yang mau shalat Jumat di sana hanya 11 orang.

Tak ada listrik hanya mengandalkan tenaga surya. Kepala desa bilang, Indonesia memang sudah merdeka tetapi kenyataannya masih banyak yang susah dan miskin. Kalau Kepala Desa itu harus mencuri, dia mau curi uang pejabat!

Kepala desa bilang, bahwa Camat selalu kasih laporan palsu ke atasannya, kemiskinan hanya 1% di Jeneponto padahal itu semua bohong.

Di Jeneponto juga ada Madrasah Ibtidaiyah yang rusak karena rayap. Kepala sekolahnya bercerita telah meminta bantuan ke kepala daerah dan dinas cuma belum ada realisasinya. Padahal sudah 3 tahun.

Gak tau kenapa gue jadi sakit. Entah sakit karena gue gak punya harta melimpah kayak artis dan para pengusaha itu, hingga gue gak bisa bantu orang-orang yang sangat butuh bantuan seperti di Jeneponto.

Atau gue sakit karena melihat banyak orang-orang yang kurang peka dan kurang peduli dengan saudara setanah air. Hanya mementingkan gengsi dan eksistensi duniawi.

Atau sakit karena menyadari betapa besar lubang yang menganga antara si kaya dan si miskin.

Atau sakit karena tau ada yang sedang menikmati kemewahan, berlimpah uang dan kekayaan, sementara di sana banyak orang-orang yang sedang bertahan hidup dan berjuang sendiri...

Sabtu, 16 Juli 2016

CERPEN: Maaf Jika Aku Tak Mampu Menangis

Cuaca cerah, angin siang ini berhembus pelan. Menghilangkan udara panas. Aku usap air mata yang masih saja mengalir di sudut-sudut mataku. Sahabat-sahabatku mengelilingiku.

"Aku akan pergi jauh." kataku suatu hari padanya.

"Ke mana?" alismu terangkat.

"Ayah dipindah tugas. Aku dan keluarga harus ikut pindah dalam waktu yang lama."

"Masih di dunia?" kamu tertawa.

"Kamu gak sedih sama sekali?"

"Kan masih di dunia, selalu ada kemungkinan untuk bertemu kan? Apalagi teknologi sekarang sudah semakin canggih." katamu lagi.

Wajahku cemberut.

"Semua teman-temanku sedih mendengar berita perpisahan ini. Tapi kamu malah tertawa?" kini aku melihat dia tersenyum menahan tawa.

Dan sekarang saat semua temanku menangis dengan perpisahaan ini hanya dia yang tetap berdiri di sana sambil memerhatikan kami menangis dan berpelukan seolah tak ingin pisah.
Raut wajahnya datar. Sesekali dia melempar senyum ke arah kami.

Aku benar-benar kesal dengan tingkah lakunya. Mengapa dia seperti itu? Bahagiakah dia dengan perpisahan ini?
Ibuku menggamit lenganku. Aku berpisah dengan teman-temanku dan juga dengan dia di bandara ini.

Dia salah satu teman dekatku. Mungkin aku yang salah dan terlalu berharap. Kenyataannya bahkan dia tak merasa sedih dengan perpisahan ini, sama sekali.

Pesan WhatsApp tiba-tiba berbunyi. Pesan dari dia. Ku baca lamat-lamat.

"Aku bukan tidak bisa menangis.
Aku hanya tidak bisa bersedih dengan perpisahan selama masih ada di dunia.
Perpisahan sesungguhnya bagiku adalah  ketika salah satu di antara kita sudah tidak dapat berkomunikasi lagi. Tidak dapat bertatap muka lagi selamanya.
Aku bukan tidak punya rasa sedih.
Aku pernah merasa kehilangan lebih dari sekedar perpisahan ini.
Aku pernah kehilangan seseorang yang sangat aku sayangi.
Seseorang yang tak akan aku temui lagi di dunia ini.
Seseorang yang aku sendiri tak tau apakah masih akan bisa menemuinya di akhirat nanti?
Sejak itu sejauh apapun aku berpisah dengan orang-orang yang aku sayangi, selama masih di dunia di mana selalu ada kemungkinan untuk bertemu, maka aku tak mampu mengeluarkan air mata untuk hal ini.
Maaf jika aku tak mampu bersedih. ☺"

Air mataku kembali mengalir. Kali ini semakin deras.

Selasa, 14 Juni 2016

Ada Apa Dengan Ramadhan?

Assalamu'alaikum. 😊
Selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan teman-teman.

Saya tergelitik untuk menulis tentang Ramadhan yang seakan menjadi masalah, karena kata "Hargailah Orang Yang Berpuasa" yang diubah menjadi "Hargailah Orang Yang Tidak Berpuasa"

Gak ada masalah sebenarnya, toh seorang Muslim tidak gila hormat. 😊
Tanpa disuruh kami tentu akan menghargai mereka yang tidak sedang berpuasa karena memang tidak diwajibkan berpuasa karena berbeda keyakinan atau berhalangan untuk berpuasa.

Saya berpikir ulang ketika membaca tulisan mas Ippho Santosa. Ketika kita harus menghargai hari Raya Nyepi di Bali, bahkan Bandara rela menutup penerbangan demi menghormati hari Raya Nyepi.

Pun saat hari Raya Natal, semua orang memakai atribut Natal seperti topi Santa, bahkan penjaga-penjaga toko diwajibkan memakai atribut Natal.

Kemudian, saat Ramadhan, ada aturan yg mewajibkan tidak menjual makanan saat siang hari. Lalu apa yg terjadi? 😊
Hormatilah Orang Yang Tidak Berpuasa.
Ya, pertentangan seperti inilah yang terjadi.

Aneh? Menurut saya memang aneh.
Kenapa? Ada apa dengan Ramadhan?
Kenapa saat Ramadhan, hari Raya Umat Islam yang kami Agungkan hadir, kemudian banyak yang menentang untuk tidak menghargai bulan suci ini. Kenapa??

Semoga Allah ampuni ilmu kita yang terbatas, dan semoga kita tidak mudah mengikuti orang-orang yang hanya membebek.

Berikut saya copas tulisan mas Ippho Santosa. Semoga bermanfaat dan menambah keimanan kita untuk mampu menghargai agama kita sendiri dan agama umat lain. 😊

"Pernah Nyepi di Bali? Keluarga saya pernah. Seperti yang kita tahu, saat Nyepi, hampir semua kegiatan ditiadakan. Contoh, selama Nyepi keluarga pasien di berbagai rumah sakit tidak boleh keluar RS dengan alasan apapun. Stok makanan pun harus disiapkan, mengingat warung di sekitar RS juga tutup.

Selama Nyepi, bandara tutup 1 hari dan ratusan penerbangan ditiadakan. Perbankan tutup sampai 3 hari. Anda mungkin menyebutnya aneh dan rugi. Tapi sebagian pengamat menyebutnya unik dan hemat. Di atas segalanya, itulah tradisi dan keyakinan mereka. Hargai. Akan indah jadinya.

Anda masih protes? Tunggu dulu. Apakah Anda penduduk Bali? Apakah pendapat Anda dianggap penting bagi warga bali? Jika tidak, baiknya Anda diam saja. Hargai. Konon pemilik sebuah toko seluler di Kuta Bali pernah menghina tradisi ini. Yah wajar saja kalau warga merasa geram. Lalu, sebagian mengamuk dan merusak toko itu.

Setiap hari Minggu, di sejumlah kota di Papua, salah satunya Jayawijaya, warga dilarang jualan. Apapun agama mereka. Itu artinya 52 hari dalam setahun. Kalau Ramadhan, cuma 29 atau 30 hari. Saya pribadi pernah berkunjung ke tiga kota di Papua dan saya melihat ini diatur melalui Perda. Anda mau protes? Tunggu dulu. Apakah Anda penduduk Papua? Apakah pendapat Anda penting bagi warga Papua? Jika tidak, baiknya Anda diam saja. Hargai.

Setuju atau tidak, inilah Perda. Selama Ramadhan, rumah makan di beberapa kota, termasuk Serang, diminta untuk tidak beroperasi siang-siang, cukup sore dan malam saja. Di berbagai kota di Sumatera juga begitu, dengan atau tanpa Perda. Anda protes? Tunggu dulu. Apakah Anda penduduk Serang? Apakah pendapat Anda penting bagi warga Serang? Jika tidak, yah diam saja. Hargai.

Di Texas, warga biasa boleh menyimpan senjata api di mobil dan di rumah. Sementara di negara bagian lainnya di AS, tidak boleh. Ini 'Perda' mereka.

Perda berasal dari aspirasi rakyat setempat. Artinya kebiasaan ini sudah berlangsung puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Perda walaupun usianya baru sekian tahun atau belasan tahun berusaha mengukuhkan aspirasi ini. Semoga kita bisa memahami dan berhenti menghakimi.

Boleh-boleh saja kita berempati dan berdonasi kepada si ibu-ibu itu. Apalagi setelah digiring dan didramatisir oleh media. Tapi pikirkan juga Perda yang telah ditetapkan di Serang. Coba bayangkan, Anda buka bengkel di Bali ketika Nyepi. Atau buka lapak ketika Hari Minggu di Kabupaten Jayawijaya. Ending-nya juga sama, Anda bakal diciduk.

Saya awalnya juga memprotes penggerebekan dan penertiban rumah makan di Serang itu. Kok disita? Warga Serang merespons, "Untung cuma disita. Kalau menurut Perda, yah denda puluhan juta. Dan Perda ini sudah berlangsung sejak 2010. Mestinya setiap warga sudah paham walaupun buta huruf." Fyi, kalau di Serang, mall juga mematuhi, bukan cuma pedagang kecil. Alhamdulillah, ada TK dan SD Khalifah di Serang, makanya sedikit-banyak saya tahu, hehehe.

Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak berpuasa? Non-muslim, musafir, orang sakit, muslimah haid, hamil, dan menyusui. Tenang. Mereka telah mengantisipasi. Aman kok. Terbukti mereka tetap tinggal di sana selama bertahun-tahun. Nggak protes. Kok kita orang luar yang sok tahu dan mau menggurui?

Sebenarnya, dalam pemahaman Yahudi dan Kristen ada juga anjuran untuk menghormati tradisi puasa. Lihat Imamat 23: 29 dan ayat-ayat lainnya. Tentu saja ini tiada kaitan sama sekali dengan dinamika muslim sekarang. Yah sekedar komparasi saja.

Saya pribadi tak pernah menyuruh orang untuk menghargai puasa saya. Toh ini urusan saya dengan Tuhan saya. Tapi saat suatu kota memutuskan sebuah Perda terkait Ramadhan, tak ada salahnya saya dan kita semua turut mengapresiasi. Bagaimanapun itu Perda, itu aspirasi.

Ramadhan tahun lalu saya sempat menemani guru saya non muslim untuk sarapan. Bagi saya nggak masalah. Tak mungkin saya tergoda dengan sarapannya. Btw, ibu saya rutin puasa Senin-Kamis. Ketika saya makan siang, beliau sering menemani saya. Bagi beliau nggak masalah. Itulah 'Perda' di rumah kami. Anda protes? Hehe. Share ya."