Minggu, 10 April 2016

LGBT, Belajar dari Kisah Istri Nabi Luth AS.

Berita tentang LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) marak beberapa waktu lalu dengan isu menuntut legitimasi hak-hak kaum LGBT dengan alasan diskriminasi kaum minoritas.

Di masa mendatang, boleh jadi isu tentang LGBT akan kembali ke permukaan. Banyak yang menentang, tetapi sayangnya tidak sedikit juga yang mendukung.

Tentu sebagai manusia yang memiliki akal sehat dan mampu berpikir dengan logika, kita tahu bahwa penyimpangan ini adalah salah. Manusia akan punah jika penyimpangan ini didukung dan disahkan.

Umat Islam dilarang untuk mendukung kaum LGBT.
Apalagi karena alasan HAM, sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin meminta dukungan dengan alasan Hak Asasi Manusia di mana Hak Asasi manusia Yang paling mendasar adalah terus eksis terus ada hingga akhir dunia ini, sementara perbuatan LGBT mengantarkan eksistensi manusia pada pintu gerbang kepunahannya?
Atau terlebih merasa tidak enak karena seorang teman yang ternyata memiliki kecenderungan yang salah ini.

Segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan di yaumul akhir nanti. Termasuk status-status di sosial media yang memberi dukungan pada kaum LGBT ini.

Jika kita tahu bahwa ini salah tak perlu merasa tidak enak, sebaiknya kita diam, dan menentang dalam hati, bukankah ini adalah selemah-lemahnya iman?

Sebagai umat Islam kita pasti tau tentang kisah nyata kaum Sodom, umat Nabi Luth a.s. yang tertulis dalam kitab suci Al Qur'an. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam kisah nyata kaum Nabi Luth ini.

Pertama, dalam Al Qur'an perbuatan kaum Nabi Luth disebut sebagai Faahisyah. Faahisyah sendiri bermakna Perbuatan Keji.
"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS:Al-A’raf | Ayat: 80).
Kaum Nabi Luth justru mengusir orang-orang yang menentang mereka. Mereka sebut yang mengingatkan mereka sebagai orang-orang “sok suci”.

Kedua, kaum Nabi Luth yang durhaka Allah beri mereka azab yang menghinakan. Negeri kaum Luth dihancurkan. Negeri itu dibalikkan, yang atas dijadikan ke bawah. Lantas kaum tersebut dihujani batu dari tanah yang panas dan dijatuhkan bertubi-tubi.

Ketiga, Al Qur'an juga mengisahkan tentang akhir orang-orang yang mendukung kaum Nabi Luth. Tentu kita tahu bahwa istri Nabi Luth tidak melakukan perbuatan yang dilakukan oleh kaum Sodom, namun istri Nabi Luth adalah pendukung mereka.

Dalam Al Qur'an disebut, istri Nabi Luth ikut diazab oleh Allah SWT. Para malaikat memberitahu Nabi Luth bahwa istrinya termasuk orang-orang yang menentangnya. Istrinya adalah seorang kafir seperti kaumnya, sehingga jika turun azab kepada mereka, maka ia pun akan menerimanya.

"Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): 'Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk neraka.'" (QS. At-Tahrim: 10)

Dari kisah nyata kaum Nabi Luth as. kita bisa mengambil pelajaran bahwa tidak ada dukungan apapun untuk kaum LGBT. Islam tidak pernah mentolelir dukungan dalam bentuk apapun, kecuali dukungan untuk sembuh dengan terapi dan taubat.

Mari kita lebih berhati-hati dalam hidup yang singkat ini. :)

Baik, belum tentu tepat. :)

Ada hadits yang menyatakan bila menjodohkan laki-laki lajang dan perempuan lajang, maka ia akan dibangunkan sebuah masjid di surga, entah hadits ini shahih atau dhaif.

Namun yang pasti bila kita ingin melihat perjodohan yang ideal, ada di jaman Rasulullah SAW. Dan ada di para murobbi yang tidak mementingkan dirinya sendiri.

Jaman sekarang, ada orang yang semangat menjodohkan dikarenakan iming-iming sebuah masjid di surga kelak, karena hal ini mereka jadi mementingkan dirinya sendiri.

Hari ini, saya bertemu dengan seorang teman lama yang sudah dua tahun lebih tak pernah bertatap muka. Obrolan dimulai dengan update seputar kesibukan masing-masing, dan berujung pada obrolan klasik para single.

Temanku bercerita bahwa dia trauma dengan ta'aruf karena selain belum memahami lebih dalam ilmu tentang ta'aruf, orang yang menjodohkan pun kurang detail saat memberitahu tentang calon yang akan dijodohkan.

Ta'aruf melenceng dari makna yang sebenernya, Mak comblang hanya bilang bahwa calon yang sedang dikenalkan adalah orang baik.

Akhirnya yang ada bukan ta'aruf dalam makna yang sesungguhnya, si calon berusaha mendekat dan selalu ingin bertemu dengan teman saya, sementara teman saya merasa kurang cocok dengan calonnya ini, dia memilih mundur, bukannya menerima dengan lapang, sang calon malah menghina teman saya dan keluarganya. Ini penyebab temanku trauma dengan ta'aruf.

Saya pernah membaca dalam sebuah tulisan: "Orang baik itu banyak, tetapi hanya satu orang yang tepat."

Keengganan temanku dengan calonnya, bisa jadi adalah jawaban dari Allah SWT, bahwa bukan dia orang yang tepat. Dan terjawab dengan sikap si calon saat temanku mundur dari proses ta'aruf ini.

Salah kaprah bukan hanya terjadi pada proses ta'aruf, tapi juga pada Mak comblang yang hanya fokus pada dirinya sendiri, fokus karena iming-iming imbalan sebuah masjid di surga nanti.

Jaman Rasulullah SAW, masyarakat saling mengenal satu sama lain. Umat Islam satu, dan tentu gak ada aliran Islam A, B, dan C.
Ta'aruf jaman Rasulullah SAW, seorang anak patuh pada orang tuanya saat dijodohkan, dan seorang mukmin patuh pada Rasul-nya saat dijodohkan. Karena mereka percaya dengan pilihan Rasul dan orang tuanya.

Di jaman sekarang sebaiknya Mak comblang kembali pada kepentingan orang-orang yang sedang dijodohkan. Ada baiknya mereka tahu siapa orang yang meminta dicarikan jodoh, dan siapa orang yang akan dijodohkan. Mengetahui dengan detil siapa orang-orang yang akan dijodohkan tentu akan diganjar pahala yang baik oleh Allah SWT.
Karena ini artinya membantu kebaikan rumah tangga mereka kelak.

Jika fokus hanya karena iming-iming sebuah masjid di surga, bagaimana watak dan latar belakang serta visi orang yang meminta dicarikan jodoh, dia tak akan peduli, dan akan memaksa saat menjodohkan. Ini juga akan menjadi dosa jika kelak rumah tangga yang dijodohkan tidak bahagia.

Sekali lagi, baik saja tidak cukup. Karena orang baik tentu banyak, tetapi hanya satu yang tepat. :)

Yuk, menjodohkan karena Allah, bukan karena iming-iming sebuah masjid yang belum tentu memiliki riwayat hadits shahih. :)