Rabu, 16 Desember 2015

Perihal Jodoh

Gue pengen menuliskan sebuah tulisan yang terlahir dari banyak pertanyaan serta perenungan dipikiran. Apa itu? Jodoh!
Hahaa, pasti banyak single or jomblo ketika denger kata ini langsung pasang kuping tinggi-tinggi. :p

Tulisan ini sekaligus buat pengingat diri sendiri. Semoga Allah mengampuni segala kesalahan. Aamiin.

Bermula dari seorang teman yang alhamdulillah melepas masa lajang dan siap menuju pelaminan, euphoria ini membuat gue dan teman-teman lain ikut merasa bahagia. Akhirnya gue memberanikan diri berdoa kepada Allah meminta seorang pendamping hidup yang sholeh.
Beberapa minggu berjalan, dan saya mendapat tawaran untuk ikut sebuah pelatihan, doa pun berganti, fokus pada meminta pilihan antara bergabung pelatihan tersebut atau tidak.

Dua hari kemudian, seorang teman mengajukan niat mulia untuk menta'arufkan saya dan saudaranya. MasyaaAllah. Galau dan bimbang saya pun bertambah. Bingung. Istikharah dilakukan, tapi tetap saja masih galau dan takut. Bingung dengan diri sendiri, lalu saya berpikir mungkin saya belum siap.

Entah apa yang terjadi, saya memutuskan menenangkan diri. Sebenarnya apa yang saya inginkan?

Rabu, 11 November 2015

Bagaimana kabar pikiran kita?

Sering kali kita menilai seseorang penuh dosa dari sekilas pandangan. Kemudian menjauh, menghindar, atau bahkan bercerita pada beberapa orang tentang kejelekannya.

Bagaimana bila ternyata ia yang menurut pikiran kita penuh dosa, justru sering menangis setiap malam menjelang pagi kepada Rabbnya?

Bagaimana bila ternyata masih ada kebaikan dalam hatinya?

Bagaimana bila ternyata ia memohon ampun setiap hari dan berharap keluar dari masalahnya sendiri?

Bagaimana bila ia yang terlanjur kita pikir buruk justru lebih baik dari kita?

Bagaimana bila ia yang kita nilai dzalim, justru kita sendiri yang telah dzalim melalui pikiran kita kepadanya?

Bagaimana bila suatu hari Allah ampuni semua dosanya, Allah ringankan urusannya, kemudian Allah angkat derajatnya?

Bagaimana bila ternyata kita yang justru sibuk dengan keburukan orang lain?

Semoga Allah ampuni semua prasangka dan semua ketidaktahuan kita terhadap seseorang. :)

Minggu, 01 November 2015

Melatihmu, Hati.

Bagiku melatih hati adalah sebuah keharusan. Termasuk melatih hati agar tidak mengungkit kebaikan yang telah kita lakukan.

Memang tak mudah, karena tak semua kebaikan yang kita lakukan akan berbalas dengan kebaikan.

Pun tak semua orang yang menerima kebaikan kita akan membalas dengan kebaikan.

Kita harus melatih hati, sebab kita harus meyakini bahwa kebaikan yang kita lakukan tetap akan berbalas.

Bila tak dibalas dengan orang yang menerima kebaikan kita, pasti akan ada orang lain yang memberi kebaikan untuk kita.

Bukankah Allah SWT Maha Melihat perbuatan kita? 

Kamis, 22 Oktober 2015

Renungan tentang Pernikahan

Belum, gue belum married, tapi gue lagi memikirkan tentang kehidupan ber-rumah tangga. Suami dan istri. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara keduanya bila ingin menciptakan rumah tangga yang harmonis.

Beberapa hari lalu gue menghubungi seorang rekan kerja untuk koordinasi masalah perkerjaan, telpon diangkat, beberapa detik gue sempet dengar suara wanita (istrinya) yang sedang mendebat suami, kemudian sebelum menjawab telpon rekan gue ini sempat mendebat perkataan istrinya. Gue tanya soal kerjaan, dijawab dengan nada kesal oleh rekan ini. Oke, dia mungkin ada masalah dengan keluarganya.

Beberapa hari kemudian, ada ketidakberesan dengan pekerjaan yang dilakukan rekan kerja gue ini, bukan hal yang sederhana. Dan membuat gue berpikir.

Gue gak mau menyalahkan siapa-siapa, seorang suami dan istri harusnya bisa saling mendukung, saling mengerti, saling mendoakan, dan saling berpegangan erat dalam prinsip hidup yang baik.
Seorang istri harusnya bisa menerima dan bersyukur rejeki yang diberikan suami, bukan soal banyaknya, tetapi bagaimana cara suami mencari rejeki tersebut, baik atau tidak. Berkah atau tidak.

Seorang suami harusnya mampu mendidik seorang istri dengan lembut, dengan sabar, dengan ilmu agama yang baik, bukan malah terbawa dengan tabiat istri yang belum bisa bersyukur.
Gue jadi inget dengan satu kisah Hasan Al Bashri

Jumat, 11 September 2015

Belajar Bisnis dari Warga Keturunan

Nyokap gue pernah cerita cara warga keturunan mengajarkan anaknya bisnis. Misal mereka punya toko, anaknya udah lulus sekolah atau kuliah, lalu langsung disuruh terjun ke bisnis orang tuanya.

Ortunya bakal minta si anak buat jaga toko milik ortunya beberapa lama sampai si anak paham dan bisa ditinggal, lalu bokapnya akan buka toko lagi di tempat yang lain. Dan biasanya ortunya pesan ke anaknya, kalau ada yang nanya bapak ke mana bilang aja bapak lagi keluar.

Dan kata-kata nyokap gue bener juga. Gue punya langganan tempat photo copy dan ngeprint, pemiliknya itu warga keturunan. 

Awal gue dateng ke sana pemiliknya ibu-ibu, cerewet, judes, kalau manggil karyawannya teriak-teriak. Hihi. Tapi si ibu ini baik sama pelanggan, kadang kalo bete judes juga sih. Hahaha.

Gak berapa lama dua orang anaknya ikut bantu di sana, dan ternyata ada juga anaknya yang jago design buka kantor di lantai atas.

Selasa, 17 Februari 2015

Cerpen: Kamu Hanya Tak Menyadari.


Bagimu, mungkin aku bukan apa-apa. Tapi entah kenapa bagiku kamu adalah sumber kebahagiaan. Melihatmu dari jauh saja sudah bisa menenangkanku. 

Kamu mungkin tak menyadari ada seseorang yang memperhatikanmu dari jauh. Tersenyum saat melihatmu tertawa, dan sedih saat melihatmu berjalan gontai tak ada semangat.

Aku ingin, ingin sekali menyemangatimu saat kau terduduk lesu. Aku ingin sekali menghiburmu saat kau menitikkan air mata.

Tapi belum waktunya, aku harus bersabar. Aku harus memantaskan diri untuk mendapatkanmu. Aku ingin melindungi hatimu, aku tak ingin melukaimu. Karena aku laki-laki, maka caraku mencintaimu adalah dengan menjagamu. Bukan merusakmu.

Berjuang dan mendoakanmu, itu caraku menjagamu.

Kamu mungkin tak menyadari ada seseorang yang memperhatikanmu dari jauh. Yang berusaha memilikimu dengan cara yang lebih terjaga, memintamu langsung kepada yang memiliki hidupmu, Allah Azza Wa Jalla.

Kelak di Masa Depan


Kelak di masa depan, Tuhan akan mempertemukan kita dengan suatu alasan. Sebuah alasan yang meyakinkan hati kita untuk memutuskan melangkah bersama.

Alasan yang akan menenangkan hati masing-masing.

Karena saat ini kita masih menjaga diri dan hati kita. Kamu di luar sana, entah siapa dan di mana, dan aku di sini, menjemputmu dalam doa dan harap.

Kelak, Tuhan yang akan menggerakkan langkah kita menuju tujuan yang sama, hingga akhirnya kita bertemu di suatu tempat, entah kapan.

Saling bersedia untuk mendukung satu sama lain. Bersedia tetap ada di sisi saat ujian hidup datang, yang melatih kita agar lebih baik.
Bersedia bersama-sama mendidik dan menjaga anak-anak kita nantinya hingga dewasa dan bermanfaat.

Hingga akhirnya langkah kita akan terhenti ketika telah sampai di surga-Nya.

Kelak di masa depan kita akan bertemu. :)


Selasa, 10 Februari 2015

Saat Kamu Menjadi Alasan

Tanpa disadari mungkin kamu pernah menjadi alasan orang lain untuk berpikir. Mengubah hidupnya.

Diantara jutaan alasan Tuhan mengirimmu ke dunia ini, mungkin salah satunya adalah menjadi alasan bagi orang lain untuk berubah.

Kamu tak menyadarinya, karena setelah kau pergi, orang tersebut baru berpikir tentang hikmah kehadiranmu.

Mungkin bukan saat ini, bisa saja beberapa tahun kemudian.

Kamu menjadi alasan satu atau bahkan beberapa orang untuk mengubah cara pandangnya dalam hidup. Lebih memperbaiki diri.

Entah kesan baik atau buruk yang kamu tinggalkan, itu akan menjadikannya lebih mendekat pada Sang Pencipta. Berpikir lagi tentang apa yang telah terjadi pada dirinya.

Bila saat ini kamu sedang menyesali hadirnya seseorang di masa lalu, entah karena kecewa atau hilangnya kesempatan, kamu akan menyadarinya nanti bahwa Tuhan mempertemukanmu dengannya karena suatu alasan.

Sebuah alasan yang akan membawamu pada masa depan.

CERPEN: Jika Bukan Dia, Pasti Aku.

Tak sengaja aku bertemu denganmu semalam. Kamu bercerita tentang dia yang ingin kembali padamu. Seseorang yang pernah hadir dalam hidupmu kemudian pergi. Dan kini ia hadir kembali memintamu menemani langkahnya lagi.

"Mengapa kamu tak mau menerimanya kembali?" tanyaku.

"Aku tak bisa memiliki hubungan seperti itu." jawabmu.

"Jadi, hubungan apa yang kamu inginkan?" selidikku.

"Hubungan tanpa pacaran." matamu menatap jauh ke depan, aku melihat ada sebuah harap di sana.

Aku mengerti, karena kau perempuan, maka kau menjaga dirimu dengan dinding yang sangat tinggi.

"Bukankah dulu hubungan kalian bukan berpacaran?" tanyaku lagi.

"Hanya syarat yang aku ajukan yang membedakan dengan orang berpacaran pada umumnya. Tak ada kontak fisik, Kemudian aku sadar, itu pun sama saja seperti orang berpacaran. Tak ada beda." kamu menunduk.

"Aku pernah mencoba menyamakan langkah dengannya, berusaha berjalan beriringan. Dengan beberapa syarat yang aku ajukan. Dan dia setuju. Tapi dipersimpangan jalan, dia memilih berjalan dengan teman yang lain. Tak ada masalah bagiku. Ini jawaban atas istikharah dan doaku, bukan dia orangnya." lanjutmu. 

"Apa yang akan kau lakukan jika kau mencintai seorang perempuan?" Tanyamu kepadaku.

"Aku akan menjaganya dari jauh. Aku tak berani melangkah sebelum tiba waktunya. Sebelum aku memantaskan diri dengan ilmu dunia dan akhiratku, lalu membawanya ke dalam hidupku, Melangkah dan membangun mimpi bersama." jawabku mantap.

"Mungkin sebentar lagi." lanjutku.

"Apa ada seseorang yang kau sebut dalam doamu setiap hari?" kamu menggodaku.

"Ada." aku tersipu.

"Lalu, siapa orang yang beruntung itu?" kamu tertawa.

"Kamu." jawabku hampir tak terdengar.

Tawamu mendadak hilang.

Kamis, 22 Januari 2015

Hati

Wahai hati, apa maumu?

Kau selalu malu dan takut ketika tersapa rindu.
Kau selalu bersembunyi dalam asma-Nya ketika tak mampu lagi menampung rasa.

Apa katamu?
Kamu tak ingin melukai dirimu oleh seseorang yang mungkin bukan ditakdirkan untukmu?
Kau berserah kepada-Nya, kepada yang Maha Menggenggam seluruh jiwamu?
Karena engkau yakin bahwa Dia akan membimbingmu menuju seseorang yang memang ditakdirkan untukmu?
Lalu itulah alasanmu selama ini berupaya menjaga dirimu?

Lalu apa yang kau bisikan?
Kau bilang, biarkan Dia Yang Maha Pemilik Cinta menuntun langkahmu menemui skenario terindah yang dipersiapkan untukmu?

Wahai hati, awalnya aku sungguh tak mengerti dirimu.

Namun, saat kau menenangkan pikiranku, aku semakin mencintaimu. :)