Sabtu, 16 Juli 2016

CERPEN: Maaf Jika Aku Tak Mampu Menangis

Cuaca cerah, angin siang ini berhembus pelan. Menghilangkan udara panas. Aku usap air mata yang masih saja mengalir di sudut-sudut mataku. Sahabat-sahabatku mengelilingiku.

"Aku akan pergi jauh." kataku suatu hari padanya.

"Ke mana?" alismu terangkat.

"Ayah dipindah tugas. Aku dan keluarga harus ikut pindah dalam waktu yang lama."

"Masih di dunia?" kamu tertawa.

"Kamu gak sedih sama sekali?"

"Kan masih di dunia, selalu ada kemungkinan untuk bertemu kan? Apalagi teknologi sekarang sudah semakin canggih." katamu lagi.

Wajahku cemberut.

"Semua teman-temanku sedih mendengar berita perpisahan ini. Tapi kamu malah tertawa?" kini aku melihat dia tersenyum menahan tawa.

Dan sekarang saat semua temanku menangis dengan perpisahaan ini hanya dia yang tetap berdiri di sana sambil memerhatikan kami menangis dan berpelukan seolah tak ingin pisah.
Raut wajahnya datar. Sesekali dia melempar senyum ke arah kami.

Aku benar-benar kesal dengan tingkah lakunya. Mengapa dia seperti itu? Bahagiakah dia dengan perpisahan ini?
Ibuku menggamit lenganku. Aku berpisah dengan teman-temanku dan juga dengan dia di bandara ini.

Dia salah satu teman dekatku. Mungkin aku yang salah dan terlalu berharap. Kenyataannya bahkan dia tak merasa sedih dengan perpisahan ini, sama sekali.

Pesan WhatsApp tiba-tiba berbunyi. Pesan dari dia. Ku baca lamat-lamat.

"Aku bukan tidak bisa menangis.
Aku hanya tidak bisa bersedih dengan perpisahan selama masih ada di dunia.
Perpisahan sesungguhnya bagiku adalah  ketika salah satu di antara kita sudah tidak dapat berkomunikasi lagi. Tidak dapat bertatap muka lagi selamanya.
Aku bukan tidak punya rasa sedih.
Aku pernah merasa kehilangan lebih dari sekedar perpisahan ini.
Aku pernah kehilangan seseorang yang sangat aku sayangi.
Seseorang yang tak akan aku temui lagi di dunia ini.
Seseorang yang aku sendiri tak tau apakah masih akan bisa menemuinya di akhirat nanti?
Sejak itu sejauh apapun aku berpisah dengan orang-orang yang aku sayangi, selama masih di dunia di mana selalu ada kemungkinan untuk bertemu, maka aku tak mampu mengeluarkan air mata untuk hal ini.
Maaf jika aku tak mampu bersedih. ☺"

Air mataku kembali mengalir. Kali ini semakin deras.